Negara-negara BRICS secara resmi mengkritik tarif yang diberlakukan oleh Trump dalam forum ekonomi global yang terbaru. Pernyataan ini menunjukkan pendirian mereka terhadap kebijakan perdagangan proteksionis dari Amerika Serikat. Kelima negara—Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan—menggagas perlunya reformasi mendesak dalam sistem perdagangan global.
Praktik tarif Trump meningkatkan ketegangan di kancah global dan memberikan tekanan pada negara-negara berkembang. BRICS menilai bahwa kebijakan sepihak dari AS merusak kestabilan ekonomi dunia. Dalam pertemuan puncak BRICS yang terakhir, semua pemimpin sependapat bahwa penguatan pendekatan multilateral itu krusial.
Kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS meningkatkan harga impor, khususnya dari China dan India. Rusia dan Brasil juga terpengaruh oleh pembatasan ekspor yang tidak adil. Afrika Selatan menyebut langkah ini “merugikan bagi negara-negara berkembang. “
Negara-negara anggota BRICS menuntut reformasi dalam perdagangan global untuk membangun sistem yang adil dan setara. Mereka menyatakan bahwa WTO harus kembali memainkan peran sebagai pengawas netral dalam perdagangan dunia. Reformasi sangat diperlukan agar negara-negara kecil tidak tertekan oleh negara-negara besar.
BRICS mengusulkan pembentukan kerangka kerja yang lebih inklusif. Inisiatif ini mendapatkan dukungan dari sejumlah negara di Global South. Negara-negara BRICS juga menggarisbawahi pentingnya keterbukaan dan keadilan dalam proses negosiasi perdagangan.
Tarif yang dikenakan oleh Trump memberikan dampak negatif bagi negara-negara berkembang dan memperlebar celah ekonomi global. China kehilangan miliaran dolar akibat tawaran tinggi pada bea importasi. India mengalami penurunan ekspor ke AS setelah tarif ini diberlakukan.
Brasil menyampaikan keluhannya tentang hambatan dalam mengekspor produk pertanian. Rusia menghadapi sanksi tambahan dan rintangan dalam perdagangan. Afrika Selatan memperingatkan potensi krisis utang akibat penurunan pendapatan dari ekspor.
Tarif juga mempengaruhi rantai pasokan global dengan menghambat pertumbuhan ekonomi. Negara-negara berkembang merasakan tekanan ganda dari inflasi dan penurunan nilai mata uang.
Di tengah tekanan proteksionisme, BRICS menegaskan komitmen mereka terhadap perdagangan multilateral. Mereka percaya bahwa kolaborasi internasional sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi global. Sebagai satu kesatuan, BRICS mendukung keterbukaan pasar dan pengurangan hambatan perdagangan.
Aliansi ini merencanakan pembentukan platform dagang alternatif yang tidak bergantung pada dolar AS. Tujuan mereka adalah untuk mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan Barat. Langkah tersebut dianggap sebagai strategi untuk mencapai kemandirian ekonomi.
Respon dari negara lain terhadap sikap BRICS terkait tarif Trump bervariasi. Uni Eropa menyambut positif ajakan BRICS untuk memperkuat WTO. Namun, negara-negara G7 tetap mendukung posisi AS dalam perundingan perdagangan.
Negara-negara berkembang lainnya juga menunjukkan dukungan terhadap posisi BRICS. Mereka menekankan perlunya sebuah sistem yang menghargai hak semua pihak. Beberapa pengamat berpendapat bahwa dunia mungkin akan beralih menuju pembentukan blok perdagangan baru.
Perpecahan yang terjadi akibat tarif Trump menimbulkan ketidakpastian yang berkepanjangan. BRICS berusaha mencari solusi yang lebih adil. Namun, dominasi AS dalam tatanan global tetap menjadi rintangan yang besar.
Perdagangan global membutuhkan reformasi struktural agar tidak dikuasai oleh kekuatan besar. Aliansi seperti BRICS bisa berperan sebagai penyeimbang baru. Tantangan ke depan adalah menjaga kestabilan ekonomi global yang semakin kompleks.
Negara-negara BRICS mengutuk tarif Trump sebagai bukti penolakan terhadap proteksionisme yang sangat ekstrem. Aliansi ini menyerukan perlunya reformasi dalam sistem perdagangan global untuk mencapai keadilan serta pertumbuhan yang inklusif.
Langkah ini dapat menjadi titik balik menuju tatanan ekonomi yang lebih setara.